Imbas Tolikara, Kantor Gereja di Malang didatangi orang tak dikenal


Sekretariat Gereja Kristen Injili Nusantara (GKIN) di Lembah Dieng Kota Malang, mengaku sempat didatangi oleh tiga orang dari sebuah Organisasi Masyarakat (Ormas). Kedatangan tamu tersebut meminta waktu untuk berdialog dengan pihak gereja terkait kasus kerusuhan Tolikara.

“Tiga orang menanyakan ke sini mengajak berdialog. Saat itu pimpinan sedang tidak ada,” kata Hadi Wandoyo, mewakili pihak gereja yang saat itu menerima tiga orang tersebut di kantornya, Kamis (30/7).

Tamu tersebut datang Kamis (23/7) minggu lalu sekitar pukul 17.00 WIB. Mereka berjanji keesokannya mau datang lagi, tetapi setelah ditunggu-tunggu tidak hadir.

“Kata mereka, kalau Malang sedang panas karena peristiwa Tolikara (Papua). Mereka mengajak dialog secara pribadi. Orangnya mengaku mengaku dari elemen organisasi masyarakat,” katanya.

Hadi menceritakan kalau Kantor Gereja Kristen Injili Nusantara (GKIN) sudah berdiri sejak 1996. Saat diketuai oleh Agus Santoso. Kegiatan hanya untuk surat menyurat gereja, sementara gerejanya sendiri tersebar di Indonesia. Termasuk untuk pengurusan berdirinya gereja juga dilakukan di tempat tersebut.

“Hari ini akan ada dialog dengan orang tersebut yang difasilitasi pengamanan oleh polisi. Pihak polisi hanya mengamankan saja untuk baiknya saja,” katanya.

Sementara Ketua GKIN, Agus Santoso saat ditemui mengungkapkan kalau semua sudah selesai. Bahwa tamu yang datang bermaksud bersilaturahim, sehingga tidak terjadi persoalan apapun.

“Kita berharap dengan pemberitaan tidak justru memperbesar masalah,” katanya.

Secara terpisah Ahmad Taufik Kusuma, Ketua Forum Kerukunan Antar Umat Beragama (FKUB) meminta masyarakat untuk pertahankan suasana kerukunan Kota Malang yang sudah berjalan sangat bagus. Pihaknya juga mengimbau kerukunan di intern umat beragama semakin baik.

“Tidak terpancing atau terprovokasi dengan Talikara, masing-masing harus meredam umatnya. Kita pahamkan semua itu ada mekanisme penanganannya oleh pemerintah. Sehingga semua bisa melakukan aktivitas secara aman,” jelasnya.

Setiap minggu, pihaknya bertemu dengan para pemimpin umat beragama di Kota Malang. Setiap permasalahan yang muncul harus segera diselesaikan. Karena dengan Berkomunikasi semua persoalan bisa diselesaikan.

Menyangkut konflik pendirian rumah ibadah yang kerap terjadi di masyarakat, Taufik mengajak untuk menggunakan peraturan yang berlaku. Ada Peraturan Bersama Menteri (PBM) yang mengatur ketentuan-ketentuan tersebut.

“Sesuai aturannya harus disetujui oleh lingkungan sekitarnya, ditandatangani 60 orang di sekitarnya. Harus punya jamaah paling tidak 90 orang. Ini aturan yang harus dipahami, agar hidup enak kita harus patuhi aturan itu,” katanya.

Malang sendiri memiliki 459 Masjid dan 1.017 musala, 123 Gereja, 1 vihara, 2 klenteng dan 1 pura yang tersebar. Kerukunan umat beragama sudah terjalin secara baik dan jangan sampai ternodai. Bahkan beberapa masjid dan gereja bisa saling bekerja sama.

“Dialog dengan tokoh agamanya sudah baik. Semua persoalan bisa diselesaikan dengan bahasa yang enak,” katanya.

sumber : merdeka.com

Please login to post a comment.